Liputan6.com, Jakarta - Beredar kabar Airlangga Hartarto dipanggil pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) hari ini, Selasa (20/8/2024), di saat yang bersamaan dengan acara pembukaan Rapimnas dan Munas XI Golkar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan bahwa sejauh ini belum ada kabar panggilan terhadap Airlangga Hartarto, khususnya terkait pemeriksaan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus).
Baca Juga
“Belum ada informasi, kalau ada kita sampaikan ya,” tutur Harli saat dikonfirmasi Liputan6.com perihal isu pemanggilan Airlangga Hartarto.
Advertisement
Dalam momen Rapimnas, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) juga mengaku belum mendengar adanya kabar tersebut. Airlangga Hartarto sendiri tidak tampak hadir dalam acara Golkar di JCC Senayan.
“Terus terang kami belum dengar karena kami masih sibuk Rapimnas, dan kami tidak berharap bahwa Pak Airlangga Hartarto harus mengalami proses hukum,” kata Agus.
Airlangga Hartarto Bakal Diperiksa, Kejagung Pastikan Tak Ada Politisasi Hukum
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dikabarkan bakal dipanggil Kejaksaan Agung untuk diperiksa pada Selasa (13/8/2024).
Airlangga Hartarto yang baru saja mengundurkan diri dari ketua umum Partai Golkar akan diperiksa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya di industri kelapa sawit periode Januari 2022 hingga April 2022.
Menanggapi kabar tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar, mengatakan pemeriksaan terhadap siapa pun tidak didasari oleh unsur politik. Meskipun yang diperiksa ada seorang politisi.
"Penanganan perkara yang kami lakukan itu tidak didasarkan pada politisasi hukum, tidak didasarkan pada politisasi hukum, tetapi didasarkan pada bukti dan fakta hukum. Jadi didasarkan pada pembuktian, bukan pada politisasi hukum," kata Harli kepada awak media di Jakarta, seperti dikutip Selasa (13/8/2024).
Harli juga memastikan, siapa pun yang akan dipanggil oleh Kejagung diyakini tidak atas dasar dorongan politik atau dipengaruhi situasi politik. Semua murni sebagai langkah penegakan hukum.
"Penanganan perkara yang kami lakukan juga tidak didasarkan pada tekanan atau pengaruh politik. Tidak didasarkan pada tekanan atau pengaruh politik, tetapi murni dilakukan sebagai penegakan hukum," tegas Harli.
Terkait apakah ada pemeriksaan terhadap mantan ketua umum Partai Golkar itu hari ini, Harli mengaku belum mendapat informasi perihal tersebut. Dia bahkan tahu ada informasi tersebut dari media.
"Saya tegaskan bahwa kami sampai saat ini belum mendapatkan info soal itu. Kami baru mendapatkan info dari teman-teman media," jelas dia.
Harli memastikan, jika nanti ada perkembangan lanjutan di kasus tersebut maka pihaknya akan terbuka untuk mengabarkannya. Namun hingga hari ini, informasi itu belum ada kelanjutannya.
"Jadi supaya clear teman-teman media, hingga kini kami belum mendapatkan informasi soal itu," dia menandasi.
Di sisi lain, Harli menegaskan bahwa kasus yang ditanyakan saat ini belum tutup buku. Walau sebagian pihak sudah diproses dan dijatuhi hukuman di pengadilan, tetapi Kejaksaan Agung meyakini masih ada proses yang belum tuntas.
"Iya sebagian kan sudah inkracht terhadap pelaku, yang sekarang kan ditangani terkait korporasi," ucap Harli.
Advertisement
Nama Airlangga Dalam Lingkaran Korupsi Minyak Goreng
Ramai beredar kabar di publik bahwa pengunduran Airlangga Hartarto dari kursi ketua umum Partai Golkar berkaitan dengan namanya yang sempat disebut-sebut dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya di industri kelapa sawit periode Januari 2022 hingga April 2022.
Airlangga juga sempat dipanggil untuk memberikan kesaksian dalam kapasitasnya sebagai Menko Perekonomian pada saat itu.
Kasus tersebut telah diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak tahun 2023. Nama Airlangga sendiri muncul dalam dakwaan terpidana Wibianto Hamdjati alias Lin Chen Wei. Wibianto sendiri merupakan penasehat Kebijakan atau Analis pada Independent research & Advisory Indonesia (IRAI) yang juga Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Diketahui, nama Airlangga Hartarto sendiri muncul dalam dakwaan terpidana Wibianto Hamdjati alias Lin Chen Wei. Wibianto sendiri merupakan penasehat Kebijakan atau Analis pada Independent research & Advisory Indonesia (IRAI) yang juga Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Kasus CPO itu semula dari Kejagung yang telah menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka.
Indrasari terjerat kasus mafia minyak goreng, yakni dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.
Selain Indrasari, Kejagung juga menetapkan tiga tersangka lainnya, sehingga total ada empat tersangka yang ditetapkan Kejagung dalam kasus minyak goreng ini.
"Tersangka ditetapkan empat orang. Yang pertama pejabat eselon I pada Kementerian Perdagangan bernama IWW, Direkrut Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan," ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).
Secara rinci, keempat tersangka adalah Indrashari Wisnu Wardhana (IWW) selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup, Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia dan, PT selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
Menurut Burhanuddin, ketiganya merupakan tersangka dari pihak perusahaan yang telah secara intens berusaha mendekati Indrashari agar mengantongi izin ekspor CPO.
"Padahal perusahaan-perusahaan itu bukanlah perusahaan yang berhak melakukan impor," jelas dia.
Wisnu Wardhana melakukan tindak pidana korupsi dengan penerbitan persetujuan eskpor CPO dan produk turunannya. Persetujuan tersebut diberikan kepada perusahaan Permata Hijau Group, Wilmar Nabati Indonesia, dan PT Musim Mas.
Sementara itu, dampak dari persetujuan penerbitan ekspor CPO itu mengalami kelangkaan dan kemahalan di dalam negeri. Alhasil terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang merupakan kebutuhan sehari-hari rumah tangga.
Di satu sisi, perbuatan mereka menyebabkan negara mengalami kerugian hingga Rp10,9 triliun.